Minggu, 13 Desember 2015

DIPANGKUAN SEORANG PEMULUNG
NI8


Hawa dingin menyeruak melalui celah-celah bambu yang dianyam sedemikian rapi. Rumah bambu itu telah lama berdiri tidak jauh dari tempat pembuangan sementara. Dengan atap berupa genteng yang telah usang dimakan waktu. Di gubuk sederhana dan apa adanya ini Lasmina tinggal bersama anak semata wayangnya yang baru berumur dua puluh bulan.
“Treeet” Bunyi pintu kayu yang setia menghibur di setiap ada tarikan maupun dorongan tangan untuk membuka dan mendorongnya.
Sebelum subuh datang Lasmina telah sibuk membersihkan rumahnya. Mulai dari mencuci piring, mencuci pakaian, memasak, dan menyapu ia lakukan seorang diri. Suaminya telah minggal saat dia mengandung di bulan kelima. Lasmina harus bekerja dengan giat untuk menyambung hidupnya. Sebagai seorang ibu bagi Yeni sekaligus ayah, Lasmina siap siaga merawatnya dua puluh empat jam.
Pukul setengah lima pagi, selesai melakukan aktivitas rutinannya di rumah Lasmina berangkat mencari rezeki. Yeni yang tertidur pulas di atas kasur terpaksa dia gendong untuk ikut bersamanya. Tidak jarang Yeni menangis saat terbangun di pagi hari. Yeni yang semula tidur di atas kasur dan bangun sudah berada dalam dekapan ibunya.
Lasmina berjalan di atas trotoar membawa karung dan sebuah besi panjang yang ujungnya sedikit bengkok. Sepanjang perjalanan sepasang mata Lasmina jeli melihat benda-benda di sekitarnya. Botol bekas, kaleng bekas, kardus, dan benda-benda yang masihbisa dijual dia ambil dan memasukkannya ke dalam karung. Tangan kanannya sangat lincah memainkan besi untuk menarik benda-benda yang dia cari.
“Pemulung dilarang masuk” setiap kali tulisan ini ditempel atau digantung di sisi jalan, Lasmina harus melanjutkan langkah kakinya menuju tempat-tempat keramaian.
Saat karung telah terisi penuh, maka Lasmina akan pulang dan membawa karung baru sebagai tempat dari barang yang dia pulung. Jika terdapat acara di suatu tempat dia sering mendatanginya, mencari, dan memungut barang bekas untuk dijual kepada para pengepul. Yeni selalu menjadi sumber semangat Lasmina dalam mencari nafkah. Di dalam gendongannya Yeni terlihat tenang dan mengoceh sendiri, tentu melihat Yeni yang menebar senyum manisnya ini membuat Lasmina menjadikan hidupnya lebih berarti.

Hujan deras kembali mengguyur bumi. Tamanan yang meronta kesakitan kini berdendang, mensyukuri nikmat Tuhan atas limpahan sumber kehidupannya. Hujan yang telah lama dirindukan makhluk di bumi, turun dengan menyertakan pelangi yang menghiasi sebagian sisi langit. Burung gagak tidak lagi terlihat berkicau di atas langit Taman. Suasana baru bagi para pengunjung taman yang haus akan kenangan indah saat datangnya hujan.
Melintasi jalanan yang berair dengan membawa hasil dari memulung sedikit membuat Lasmina kerepotan. Dia terus berjalan menyusuri gang kecil untuk segera tiba di rumahnya. Payung yang melindunginya dari tetesan air hujan mulai melawan arah. Angin kencang berhasil menghentikan langkah kaki Lasmina di depan warung kopi yang sudah tutup. Sejenak dia beristirahat, mengumpulkan tenaga menuju rumahnya.
Jalan raya sepi, tak satupun pengendara yang lewat di persimpangan jalan Imam Bonjol. Deru angin masih merdu terdengar. Alunan tetesan hujan dengan setia menemani Lasmina yang duduk di kursi kayu depan warung. Sementara pohon blimbing merontokkan bunganya menghiasi pemandangan sekitar jalanan. Tidak berapa lama seorang pria lanjut usia berjalan mendekatinya.
“Bapak yang punya warung ini?”
“Iya benar, saya pemilik warung ini.”
“Saya numpang istirahat sebentar pak.”
“Oh iya silahkan, ini anak kamu nak?”
“Iya pak, ini anak saya.”
“Kenapa kamu bawa? Kasihan dia kedinginan, lebih baik kamu titipkan saja pada orang tuamu nak.”
Lasmina terdiam. Kata-kata Bapak tua itu telah mengingatkannya kepada memori tujuh tahun silam saat dia masih bersama kedua orang tuanya. Kejadian tragis yang telah memisahkan Lasmina dengan kedua orang tuanya kembali hadir dalam bayangannya. Teriris hatinya menerima kenyataan atas kepergian kedua orang tuanya yang meninggal akibat peristiwa tanah longsor di tanah kelahirannya.
“Kedua orang tua saya sudah meninggal dunia pak.”
“Oh iya nak, maaf jika saya lancang menanyakan hal ini.”
Percakapan dengan pemilik warung kopi itu segera berakhir. Lasmina melangkahkan kaki untuk pulang. Dia tidak ingin percakapannya semakin menambah kegelisan yang telah dialami. Cukup kedua orang tuanya saja yang ditanyakan pemilik warung yang dia gunakan sebagai tempat istirahat sebelumnya. Namun, Lasmina tidak membayangkan jika pemilik warung akan menanyakan keberadaan suaminya.

Beberapa tahun berlalu, Lasmina tetap dengan pekerjaannya sebagai seorang pemulung. Pekerjaan yang dipandang sebelah mata oleh kebanyakan orang. Pekerjaan yang hanya bisa menghidupi keluarga dengan cukup membeli makan untuk sehari saja. Namun, Lasmina tidak pernah lelah dan terus menggeluti pekerjaannya. Baginya bekerja apa saja akan dia lakukan asal diridhoi oleh Tuhan dan halal untuk dikerjakan.
Yeni yang telah berumur delapan tahun, berhasil dibesarkan dari tetesan keringat yang terus mengucur saat melakukan pekerjaan sebagai pemulung. Tidak seperti anak kecil pada umumnya, Yeni adalah anak yang pekerja keras. Semangat Lasmina menurun ke Yeni, dia tidak mudah menyerah. Waktu luang yang dimiliki Yeni jarang digunakan untuk bermain bersama teman-teman yang seumuran dengannya. Dia ikut bersama Lasmina memulung barang bekas untuk di jual.
Yeni tidak henti-hentinya menangis, semakin lama bertambah keras. Lasmina panik, tidak pernah Yeni menangis seperti itu. Dirangkulnya anak semata wayang itu, mencoba agar lebih tenang. Melihat Yeni yang tidak kunjung berhenti dari tangisnya, Lasmina memutuskan untuk membawa Yeni ke dokter. Sepuluh menit dari rumahnya terdapat dokter umum yang sering memberikan Lasmina makanan saat memulung barang bekas di tempat sampah rumahnya.
“Putri saya sakit apa Bu?”
“Ada sedikit gangguan di organ vital Yeni, Bu?”
“Gangguan seperti apa dokter?”
“Dari hasil laboratorium, Yeni mengalami gagal ginjal.”
“Gagal ginjal? Tidak mungkin dokter.”
“Sabar ya Bu, Yeni harus segera dioperasi karena ginjal yang satunya juga mengalami gangguan.”
Lasmina seakan tertampar menerima kenyataan, penyakit yang diderita Yeni bukan penyakit sembarangan yang mudah untuk diobati. Sepanjang malam Lasmina rajin mendoakan anaknya. Tiga hari setelah mendengar pernyataan dokter terhadap penyakit yang diderita Yeni, Lasmina memutuskan untuk bekerja menjadi huruh bangunan di samping rumahnya. Sementara Yeni selalu berangkat sekolah bersama anak tetangganya, tidak lagi Lasmina menyibukkan diri mengantarkan Yeni pergi ke sekolah. Dia harus fokus pada pekerjaan barunya untuk mengumpulkan rupiah yang tidak sedikit dalam proses penyembuhan penyakit Yeni.
Setiap pulang sekolah Yeni bermain bersama anak tetangga di sebelah rumahnya. Mereka belajar melukis dan menyulam. Sepanjang hari Yeni selalu sibuk dengan pekerjaan rumah, penyakit yang menggerogotinya tidak menjadi penghalang untuk tetap rajin belajar. Selama dua tahun Lasmina mengumpulkan uang untuk biaya operasi Yeni. Tidak lagi dia menghiraukan terik matahari yang membuat kulinya menjadi kecoklatan. Saat hujan Lasmina juga tidak berhenti bekerja walau terkadang flu dan batuk melandanya.
Sehari sebelum operasi Lasmina memberi tahu Yeni untuk melakukan operasi. Lasmina akan menjadi pendonor ginjal untuk anaknya. Yeni terdiam, berusaha mencerna perkataan yang baru dilontarkan oleh ibunya.
“Gagal ginjal, penyakit apa itu ibu?”
“Kata dokter gagal ginjal itu adalah penyakit yang terjadi pada organ dalam manusia.”
“Besok Yeni akan dioperasi, sekarang istirahat yang cukup supaya besok tetap sehat.”
“Iya bu.”
Dibelainya rambut Yeni yang tertidur dipangkuan Lasmina. Yeni memejamkan matanya, namun ia masih bisa merasakan belaian lembut oleh tangan malaikat yang selama ini selalu memberikan kasih sayang dan cinta pada dirinya. Yeni meraih tangan Lasmina, menggenggamnya depan penuh tanda cinta.
“Ibu jangan sedih ya.”
“Tidak nak, Ibu tidak sedih. Ibu takut jika nanti kita akan berpisah.”
“Kita tidak akan berpisah bu, Yeni masih disini menemani ibu menunggu ayah datang.”

Operasai berjalan dengan lancar. Lasmina resmi memiliki satu ginjal. Segala aktivitasnya tidak akan seberat dulu saat memiliki dua ginjal. Lasmina bahagia saat melihat Yeni berhasil melewati operasinya. Saat ini hanya Yeni yang dia miliki, tidak terbayang olehnya jika selesai operasi dia tidak dapat melihat anaknya seperti semula.
Tanggal delapan Juni adalah hari bersejarah bagi Lasmina. Umurnya semakin bertambah, tentu berkurang pula sisa hidupnya. Di teras rumah Yeni duduk memandangi pohon mangga yang sering dia naiki bersama teman-temannya. Dia masuk membawa selembar kertas sebagai hadiah di hari ulang tahun ibunya.
Ibu masih jelas kulihat senyum manis yang mengembang dipipimu
Kerutan diwajah yang merona itu semakin nampak
Disini Ibu, kau mengukir harapanmu
Semangat yang dulu terpatri kini kembali lagi
Mungkin hanya sebatas doa yang bisa kupersembahkan dihari bahagiamu ini
Selamat ulang tahun Ibu
Semoga tuhan selalu memberkahi kehidupan yang sudah kita jalani
Tunggu putrimu kembali berada didekapanmu seperti dahulu
Selamat ulang tahun Ibu
Tetaplah menjadi Ibu terhebat dalam mendampingiku.
“Ibu adalah malaikat yang selalu melindungiku, terima kasih ibu.”
“Yeni, ini tulisanmu nak?”
“Iya bu, itu tulisan Yeni. Selama di sekolah kemarin teman-teman Yeni selalu membahas malaikat yang dia miliki. Malaikatnya tangguh, berani, tegas, dan disiplin. Tahukah ibu siapa yang dimaksud malaikat yang mendapat julukan tanggah, berani, dan disiplin itu? Tidak lain adalah ayah.”
“Yeni!”
“Ibu, bagi aku ibu adalah dua malaikat yang melebur menjadi satu. Yeni bangga memiliki ibu, walau Yeni tidak pernah tahu, seperti apa wajah ayah karena Yeni merasa sosok ayah yang selalu Yeni rindukan ada di Ibu.”
“Sayang, maafkan ibu.”
“Tidak! Ibu tidak salah, justru Yeni yang seharusnya meminta maaf kepada ibu. Yeni banyak salah dan terima kasih karena selama ini selalu menjadi pelindung Yeni. Terima kasih malaikat yang telah dikirim Tuhan untuk menjaga Yeni, Ibu.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar