DIPANGKUAN SEORANG PEMULUNG
NI8
Hawa dingin menyeruak melalui celah-celah bambu yang dianyam
sedemikian rapi. Rumah bambu itu telah lama berdiri tidak jauh dari
tempat pembuangan sementara. Dengan atap berupa genteng yang telah usang
dimakan waktu. Di gubuk sederhana dan apa adanya ini Lasmina tinggal
bersama anak semata wayangnya yang baru berumur dua puluh bulan.
“Treeet” Bunyi pintu kayu yang setia menghibur di setiap ada tarikan maupun dorongan tangan untuk membuka dan mendorongnya.
Sebelum subuh datang Lasmina telah sibuk membersihkan rumahnya. Mulai
dari mencuci piring, mencuci pakaian, memasak, dan menyapu ia lakukan
seorang diri. Suaminya telah minggal saat dia mengandung di bulan
kelima. Lasmina harus bekerja dengan giat untuk menyambung hidupnya.
Sebagai seorang ibu bagi Yeni sekaligus ayah, Lasmina siap siaga
merawatnya dua puluh empat jam.
Pukul setengah lima pagi, selesai
melakukan aktivitas rutinannya di rumah Lasmina berangkat mencari
rezeki. Yeni yang tertidur pulas di atas kasur terpaksa dia gendong
untuk ikut bersamanya. Tidak jarang Yeni menangis saat terbangun di pagi
hari. Yeni yang semula tidur di atas kasur dan bangun sudah berada
dalam dekapan ibunya.
Lasmina berjalan di atas trotoar membawa
karung dan sebuah besi panjang yang ujungnya sedikit bengkok. Sepanjang
perjalanan sepasang mata Lasmina jeli melihat benda-benda di sekitarnya.
Botol bekas, kaleng bekas, kardus, dan benda-benda yang masihbisa
dijual dia ambil dan memasukkannya ke dalam karung. Tangan kanannya
sangat lincah memainkan besi untuk menarik benda-benda yang dia cari.
“Pemulung dilarang masuk” setiap kali tulisan ini ditempel atau
digantung di sisi jalan, Lasmina harus melanjutkan langkah kakinya
menuju tempat-tempat keramaian.
Saat karung telah terisi penuh,
maka Lasmina akan pulang dan membawa karung baru sebagai tempat dari
barang yang dia pulung. Jika terdapat acara di suatu tempat dia sering
mendatanginya, mencari, dan memungut barang bekas untuk dijual kepada
para pengepul. Yeni selalu menjadi sumber semangat Lasmina dalam mencari
nafkah. Di dalam gendongannya Yeni terlihat tenang dan mengoceh
sendiri, tentu melihat Yeni yang menebar senyum manisnya ini membuat
Lasmina menjadikan hidupnya lebih berarti.
☺☺☺
Hujan deras kembali mengguyur bumi. Tamanan yang meronta kesakitan
kini berdendang, mensyukuri nikmat Tuhan atas limpahan sumber
kehidupannya. Hujan yang telah lama dirindukan makhluk di bumi, turun
dengan menyertakan pelangi yang menghiasi sebagian sisi langit. Burung
gagak tidak lagi terlihat berkicau di atas langit Taman. Suasana baru
bagi para pengunjung taman yang haus akan kenangan indah saat datangnya
hujan.
Melintasi jalanan yang berair dengan membawa hasil dari
memulung sedikit membuat Lasmina kerepotan. Dia terus berjalan menyusuri
gang kecil untuk segera tiba di rumahnya. Payung yang melindunginya
dari tetesan air hujan mulai melawan arah. Angin kencang berhasil
menghentikan langkah kaki Lasmina di depan warung kopi yang sudah tutup.
Sejenak dia beristirahat, mengumpulkan tenaga menuju rumahnya.
Jalan raya sepi, tak satupun pengendara yang lewat di persimpangan jalan
Imam Bonjol. Deru angin masih merdu terdengar. Alunan tetesan hujan
dengan setia menemani Lasmina yang duduk di kursi kayu depan warung.
Sementara pohon blimbing merontokkan bunganya menghiasi pemandangan
sekitar jalanan. Tidak berapa lama seorang pria lanjut usia berjalan
mendekatinya.
“Bapak yang punya warung ini?”
“Iya benar, saya pemilik warung ini.”
“Saya numpang istirahat sebentar pak.”
“Oh iya silahkan, ini anak kamu nak?”
“Iya pak, ini anak saya.”
“Kenapa kamu bawa? Kasihan dia kedinginan, lebih baik kamu titipkan saja pada orang tuamu nak.”
Lasmina terdiam. Kata-kata Bapak tua itu telah mengingatkannya kepada
memori tujuh tahun silam saat dia masih bersama kedua orang tuanya.
Kejadian tragis yang telah memisahkan Lasmina dengan kedua orang tuanya
kembali hadir dalam bayangannya. Teriris hatinya menerima kenyataan atas
kepergian kedua orang tuanya yang meninggal akibat peristiwa tanah
longsor di tanah kelahirannya.
“Kedua orang tua saya sudah meninggal dunia pak.”
“Oh iya nak, maaf jika saya lancang menanyakan hal ini.”
Percakapan dengan pemilik warung kopi itu segera berakhir. Lasmina
melangkahkan kaki untuk pulang. Dia tidak ingin percakapannya semakin
menambah kegelisan yang telah dialami. Cukup kedua orang tuanya saja
yang ditanyakan pemilik warung yang dia gunakan sebagai tempat istirahat
sebelumnya. Namun, Lasmina tidak membayangkan jika pemilik warung akan
menanyakan keberadaan suaminya.
☺☺☺
Beberapa tahun berlalu, Lasmina tetap dengan pekerjaannya sebagai
seorang pemulung. Pekerjaan yang dipandang sebelah mata oleh kebanyakan
orang. Pekerjaan yang hanya bisa menghidupi keluarga dengan cukup
membeli makan untuk sehari saja. Namun, Lasmina tidak pernah lelah dan
terus menggeluti pekerjaannya. Baginya bekerja apa saja akan dia lakukan
asal diridhoi oleh Tuhan dan halal untuk dikerjakan.
Yeni yang
telah berumur delapan tahun, berhasil dibesarkan dari tetesan keringat
yang terus mengucur saat melakukan pekerjaan sebagai pemulung. Tidak
seperti anak kecil pada umumnya, Yeni adalah anak yang pekerja keras.
Semangat Lasmina menurun ke Yeni, dia tidak mudah menyerah. Waktu luang
yang dimiliki Yeni jarang digunakan untuk bermain bersama teman-teman
yang seumuran dengannya. Dia ikut bersama Lasmina memulung barang bekas
untuk di jual.
Yeni tidak henti-hentinya menangis, semakin lama
bertambah keras. Lasmina panik, tidak pernah Yeni menangis seperti itu.
Dirangkulnya anak semata wayang itu, mencoba agar lebih tenang. Melihat
Yeni yang tidak kunjung berhenti dari tangisnya, Lasmina memutuskan
untuk membawa Yeni ke dokter. Sepuluh menit dari rumahnya terdapat
dokter umum yang sering memberikan Lasmina makanan saat memulung barang
bekas di tempat sampah rumahnya.
“Putri saya sakit apa Bu?”
“Ada sedikit gangguan di organ vital Yeni, Bu?”
“Gangguan seperti apa dokter?”
“Dari hasil laboratorium, Yeni mengalami gagal ginjal.”
“Gagal ginjal? Tidak mungkin dokter.”
“Sabar ya Bu, Yeni harus segera dioperasi karena ginjal yang satunya juga mengalami gangguan.”
Lasmina seakan tertampar menerima kenyataan, penyakit yang diderita
Yeni bukan penyakit sembarangan yang mudah untuk diobati. Sepanjang
malam Lasmina rajin mendoakan anaknya. Tiga hari setelah mendengar
pernyataan dokter terhadap penyakit yang diderita Yeni, Lasmina
memutuskan untuk bekerja menjadi huruh bangunan di samping rumahnya.
Sementara Yeni selalu berangkat sekolah bersama anak tetangganya, tidak
lagi Lasmina menyibukkan diri mengantarkan Yeni pergi ke sekolah. Dia
harus fokus pada pekerjaan barunya untuk mengumpulkan rupiah yang tidak
sedikit dalam proses penyembuhan penyakit Yeni.
Setiap pulang
sekolah Yeni bermain bersama anak tetangga di sebelah rumahnya. Mereka
belajar melukis dan menyulam. Sepanjang hari Yeni selalu sibuk dengan
pekerjaan rumah, penyakit yang menggerogotinya tidak menjadi penghalang
untuk tetap rajin belajar. Selama dua tahun Lasmina mengumpulkan uang
untuk biaya operasi Yeni. Tidak lagi dia menghiraukan terik matahari
yang membuat kulinya menjadi kecoklatan. Saat hujan Lasmina juga tidak
berhenti bekerja walau terkadang flu dan batuk melandanya.
Sehari
sebelum operasi Lasmina memberi tahu Yeni untuk melakukan operasi.
Lasmina akan menjadi pendonor ginjal untuk anaknya. Yeni terdiam,
berusaha mencerna perkataan yang baru dilontarkan oleh ibunya.
“Gagal ginjal, penyakit apa itu ibu?”
“Kata dokter gagal ginjal itu adalah penyakit yang terjadi pada organ dalam manusia.”
“Besok Yeni akan dioperasi, sekarang istirahat yang cukup supaya besok tetap sehat.”
“Iya bu.”
Dibelainya rambut Yeni yang tertidur dipangkuan Lasmina. Yeni
memejamkan matanya, namun ia masih bisa merasakan belaian lembut oleh
tangan malaikat yang selama ini selalu memberikan kasih sayang dan cinta
pada dirinya. Yeni meraih tangan Lasmina, menggenggamnya depan penuh
tanda cinta.
“Ibu jangan sedih ya.”
“Tidak nak, Ibu tidak sedih. Ibu takut jika nanti kita akan berpisah.”
“Kita tidak akan berpisah bu, Yeni masih disini menemani ibu menunggu ayah datang.”
☺☺☺
Operasai berjalan dengan lancar. Lasmina resmi memiliki satu ginjal.
Segala aktivitasnya tidak akan seberat dulu saat memiliki dua ginjal.
Lasmina bahagia saat melihat Yeni berhasil melewati operasinya. Saat ini
hanya Yeni yang dia miliki, tidak terbayang olehnya jika selesai
operasi dia tidak dapat melihat anaknya seperti semula.
Tanggal
delapan Juni adalah hari bersejarah bagi Lasmina. Umurnya semakin
bertambah, tentu berkurang pula sisa hidupnya. Di teras rumah Yeni duduk
memandangi pohon mangga yang sering dia naiki bersama teman-temannya.
Dia masuk membawa selembar kertas sebagai hadiah di hari ulang tahun
ibunya.
Ibu masih jelas kulihat senyum manis yang mengembang dipipimu
Kerutan diwajah yang merona itu semakin nampak
Disini Ibu, kau mengukir harapanmu
Semangat yang dulu terpatri kini kembali lagi
Mungkin hanya sebatas doa yang bisa kupersembahkan dihari bahagiamu ini
Selamat ulang tahun Ibu
Semoga tuhan selalu memberkahi kehidupan yang sudah kita jalani
Tunggu putrimu kembali berada didekapanmu seperti dahulu
Selamat ulang tahun Ibu
Tetaplah menjadi Ibu terhebat dalam mendampingiku.
“Ibu adalah malaikat yang selalu melindungiku, terima kasih ibu.”
“Yeni, ini tulisanmu nak?”
“Iya bu, itu tulisan Yeni. Selama di sekolah kemarin teman-teman Yeni
selalu membahas malaikat yang dia miliki. Malaikatnya tangguh, berani,
tegas, dan disiplin. Tahukah ibu siapa yang dimaksud malaikat yang
mendapat julukan tanggah, berani, dan disiplin itu? Tidak lain adalah
ayah.”
“Yeni!”
“Ibu, bagi aku ibu adalah dua malaikat yang
melebur menjadi satu. Yeni bangga memiliki ibu, walau Yeni tidak pernah
tahu, seperti apa wajah ayah karena Yeni merasa sosok ayah yang selalu
Yeni rindukan ada di Ibu.”
“Sayang, maafkan ibu.”
“Tidak! Ibu
tidak salah, justru Yeni yang seharusnya meminta maaf kepada ibu. Yeni
banyak salah dan terima kasih karena selama ini selalu menjadi pelindung
Yeni. Terima kasih malaikat yang telah dikirim Tuhan untuk menjaga
Yeni, Ibu.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar