Kamis, 06 Januari 2022

 TEKS PROSEDUR KOMPLEKS


Teks prosedur kompleks adalah teks yang menunjukkan dan menjelaskan sebuah proses dalam membuat atau mengoperasikan ssesuatu yang dikerjakan melalui langkah-langkah sistematis atau teratur.




Sabtu, 08 Oktober 2016



51
Karya:US


Zaman telah merdeka
Kehidupan berserikat dan berpendapat diujung kuasa
Sore ini mereka berkumpul di warung Jelata
Membahas kembali hak-hak mereka
Benar, Indonesia telah merdeka
Namun hanya penguasa yang merasakannya
Indonesia telah merdeka
Tapi mahasiswanya tak merdeka dalam bersuara
51 tahun yang lalu orba berkuasa
Kebengisannya merajalela
Tonggak sejarah pemerintahan dimasanya
Ribuan warga menjadi mangsa
Terasingkan di pulau yang jauh di sana
Nusakambangan dan Buru, namanya
Malam ini mahasiswa kembali berjumpa
Dalam pertemuan mengorek sejarah orba
Mencoba merawat ingatan bersama para mangsa
Yang bercerita kehidupannya di pengasingan sana
Inilah sejarah bangsa kita
Yang terlepas dari pandangan penguasa
Terkubur bersama permainan politik, katanya
51 tahun yang lalu orba berkuasa
Namun saat ini imbasnya masih terasa
Disaat para mahasiswa menggelar pertemuan bersama
Pelarangan terjadi dimana-mana
Keadaan memang tidak segetir pada masanya
Tapi ini adalah bukti kekeliruan orba
Yang mengubur sejarah untuk kepentingan mereka
                                                                                                            Malang, 30-09-2016

Selasa, 23 Februari 2016

HUJAN
us

Bulir-bulir air dari langit kembali menerpaku
Di arus jalan ini kita nikmati pelangi yang melingkar di angkasa
Aku sangat menyukai hujan
Karenanya aku dapat merasakan kehadiranmu kembali
Kan kutenun hujan, memoar kenangan yang tak lekang ditelan bayangmu
Memang hujan mendatangkan kehidupan, bagiku hujan lebih dari kehidupan
Bagaimana bisa aku membenci hujan, sedang bayangmu selalu menari dalam ingatan
Kurasakan kehadiran hujan, dan semakin kurasakan semakin kau memberi ketenangan
Kunikmati rintik hujan yang perlahan hilang bersama rindu yang masih membekas menanti datangnya hujan.

Senin, 14 Desember 2015

SERPIHAN SURGA
NI8/US

Jejak kakiku akan abadi di atas lembah teletubbies
Angin sore membelaiku, menyambut riang sang pemimpi
Telah lama ku tinggalkan keelokan ini
Menanti kembali untuk mendaki
Wurung, aku rindu bercumbu denganmu
Menikmati sepak terjal di setiap inci langkah kakiku.
“Tittt tittt tittt” suara klakson kendaraan bermotor terus menghiasi pendengaranku. Ku palingkan kepala ke sisi jalan, kemacetan pajang menjadi tontonan di depan mata. Aku menarik nafas sambil memperbaiki headseat di telinga.
“Koran koran, koran, koran koran.”
“Korannya satu pak.”
“Iya mbak, mau nambah majalahnya lagi?”
“Tidak, ini saja.”
            Tanpa berpikir panjang koran yang baru saja dibeli, ku buka setiap halamannya. Opini tetap menjadi fokus utama untuk ku baca. Selanjutnya rubrik Nusantara tidak kalah memikatku memfokuskan sepasang mata berada di depannya. Gerah, risih, dan bau yang menyengat memecahkan konsentrasiku membaca koran. Ku lipat koran seperti semula dan mengipas-ngipaskannya ke muka, persis seperti tukang sate yang mengipaskan kipas berbahan dasar bambu. Untuk saat ini aku kurang menghargai para wartawan karena jasanya dalam memperoleh berita. Selayaknya koran untuk dibaca, ku alih fungsikan menjadi penghilang gerah yang menghasilkan keringat.
☺☺☺
“Kau jadi pulang hari ini?” ucap Lina ditelepon.
“Jadi dong, ini dalam perjalanan pulang.” Sahutku penuh keyakinan.
“Oke. Aku tunggu di stasiun.” Suaranya sangat lantang terdengar di ujung telepon.
            Tidak sabar untuk segera sampai di kota kelahiran, sesekali aku melihat jarum jam di pergelangan tangan kiriku. Pukul 09.00 WIB aku tiba di alun-alun Raden Bagus Asrah kota Bondowoso. Sambil menikmati udara pagi, aku berjalan ke arah timur menuju stasiun untuk menemui Lina. Lina, seorang pegawai yang bertugas di Dinas Pariwisata Pemuda Olahraga dan Perhubungan kota Bondowoso akan menemani aku dan beberapa teman kuliahku dari luar kota untuk mengelilingi kota Tape selama tiga hari.
            Beberapa teman kuliahku sudah bersama Lina, namun kami harus menunggu seorang teman laki-laki yang akan ikut berlibur bersama dalam menguji nyali. Pukul 13.00 WIB kami berangkat menuju tempat wisata yang berada di wilayah Bondowoso bagian timur. Butuh waktu empat jam untuk tiba di pos satu wisata pendakian gunung Kawah Ijen dan gunung Kawah Wurung. Senja menyapaku melalui rona kemerah-merahan yang akan tenggelam di ujung lembah teletubbies.
            Langit mulai gelap, rombongan kami beristirahat di Koramil kecamatan Sempol. Pukul 24.00 WIB kami melanjutkan perjalanan, melawan kantuk, melawan rasa dingin yang hadir di sela-sela jendela mobil. Pertama kali aku mendaki gunung dan pertama kali pula aku menikmati malam dengan sangat bermakna bersama teman-temanku yang datang dari luar kota, mereka datang untuk menikmati keindahan kotaku, ya kota Bondowoso. Bau belerang tidak menyurutkan semangat kami tiba di puncak, sekaligus untuk melihat api biru (Blue Fire) yang menyala di sekeliling kawah.
“Wow, indah sekali. Kenapa kamu baru mengajakku sekarang ke tempat ini?” Ucap Putri, teman kuliahku yang berasal dari Surabaya.
“Kemarin kita masih fokus ujian, jadi sekarang aku membawamu kesini.”
“Aku ingin menikmati keindahan yang lainnya.”
“Tenang saja, masih banyak surga Bondowoso yang belum kau datangi.”
            Selama di Sempol aku mengajak Putri, Manda, Sabil dan Dika ke gunung Kawah Wurung. Sebelah barat gunung Kawah Ijen. Berbeda dengan Kawah Ijen, Kawah Wurung memberikan keindahan tersendiri bagi teman-temanku. Sabana yang terhampar luas memanjakan mata untuk berlama-lama di tempat ini. Sementara keempat temanku sibuk berselfie ria mengabadikan kunjungannya di Kawah Wurung.
“Its beautiful, Bondowoso amazing.” Desah Caroline, wisatawan asal Australia.
“Yeah, welcome in Kawah Wurung Bondowoso.”
“I’m very happy, Bondowoso i’m in love.”
            Bersama Caroline dan Jack kami melanjutkan perjalanan menuju air terjun Kali Pahit yang memiliki kandungan belerang tinggi karena aliran dari Kawah Ijen, pemandian Air Panas dan air terjun Blawan di desa Kalianyar. Setengah hari kami berpetualang, waktunya kami untuk membersihkan diri di air terjun Blawan. Tumbuhan macadamia juga mengelilingi setiap aliran air yang menambah keindahan air terjun.
Keseruan kami tidak hanya sampai di air terjun Blawan. Sekitar dua puluh satu kilometer dari air terjun Blawan, kami singgah di air terjun Puloagung yang berada di Kecamatan Sumber Wringin.
“Ni, tolong antarkan aku ke tempat yang indah untuk menikmati matahari tenggelam.”
“Baik, tidak jauh dari tempat ini ada sebuah Bendungan. Nama Bendungan itu Sampean Baru. Disana kita hanya membayar parkir untuk dapat menikmati keindahan alamnya.”
“Oh ya? Aku sudah tidak sabar ingin cepat-cepat ke sana.”
☺☺☺
            Menyusuri jalanan yang sepi, diapit oleh tanaman tebu di kanan dan kiri jalan menambah kesejukan di dalam mobil. Tunas tebu berlomba-lomba menjalar di sekitar semak-semak. Ada pula tanaman tebu yang siap untuk ditebang, diangkut melalui truk perusahaan menuju pabrik gula yang berada di Kecamatan Prajekan. Sepanjang perjalanan dari gerbang Desa Tapen, tidak jarang sepasang mataku menjumpai anak-anak mengupas batang tebu dan memotongnya kecil-kecil untuk dihisap.
            Tulisan Bendungan Sampean Baru mulai terlihat dari kejauhan. Setelah memarkirkan mobil, kami berlima segera turun dan memasuki area Bendungan.  Hawa dingin menyambut kedatangan kami dengan segera. Namun, keindahan senja di kaki bukit yang terbentang di sebelah utara bendungan membuat kami berdecak kagum. Di tengah bendungan terdapat jembatan yang menghubungkan daratan di sebelah barat bendungan dengan daratan di sebelah timurnya.
“Wonderful, aku tidak harus jauh-jauh datang ke Surabaya untuk bisa menikmati keindahan jembatan Suramadu. Cukup di Bendungan Sampean Baru ini aku bisa menikmati keindahan alam yang sangat menakjubkan.” Tegas Manda.
            Keindahan alam Bondowoso mampu membius teman kuliahku yang berasal dari kota Magelang, tidak lain adalah Manda. Berkali-kali ia mengungkapkan rasa senangnya berkunjung dan berwisata di kota yang tidak memiliki garis pantai ini.
“Iya, ini salah satu alasan mengapa aku selalu rindu akan kota kelahiranku. Di sini banyak cerita, banyak kenangan, dan banyak wawasan yang bisa diperoleh dari setiap perjalanan wisata yang aku kunjungi.”
☺☺☺
“Ni, bagaimana dengan suasana malam di alun-alun kota?”
“Di alun-alun kota sedang berlangsung acara tahunan, yaitu Festival Muharram. Beberapa kesenian dan kebudayaan kota Bondowoso ditampilkan di acara itu.”
“Wah bagus, tepat sekali dengan kehadiran kami di sini. Setidaknya kami bisa melihat langsung wujud dari kesenian kotamu.”
“Bagaimana kalau kita menghabiskan malam di alun-alun kota?”
“Setuju!”
            Monumen Gerbong Maut, saksi sejarah perlawanan masyarakat Bondowoso pada zaman Belanda tertata rapi di depan kantor Bupati. Sejenak kami berselfie ria di depan Monumen Gerbong Maut yang diatasnya terdapat patung memegang senjata siap tempur melawan kekejaman pemerintahan kolonial Belanda.
            Sabil menarik tangan kananku, mengajak kami membeli tiket untuk menonton pameran budaya yang diselenggarakan Pemerintah Daerah. Terdapat beberapa kebudayaan Bondowoso yang dipamerkan di Festival Muharram, antara lain: Ronteg Singo Ulung, Boneka Kathog, Sarkopagus Batu kenong, dan Kampung Batu. Namun, keempat kebudayaan yang ditampilkan ini hanya berbentuk gambar.
“Ronteg Singo Ulung, keren sekali namanya.”
“Tentu atraksi dari Ronteg Singo Ulung lebih keren dari julukannya.”
“Besok akan diadakan atraksi Ronteg Singo Ulung di alun-alun ini. Bagaimana jika sebelum kembali ke daerah rantauan kalian menonton pertunjukan dari Ronteg Singo Ulung?”
“Pasti! Pasti kami akan menontonnya.”
“Lebih baik sekarang kita istirahat, besok masih banyak tempat-tempat yang harus kita datangi.”
☺☺☺
            Menyambut pagi dengan memulai aktivitas senam masal di tengah alun-alun kota membuat rasa lelah kami sedikit terobati. Para pejalan kaki memanjakan kakinya di atas trotoar Jalan Letnan Amir Kusnan depan kantor Pemerintah Daerah mengelilingi alun-alun. Sementara sepanjang jalan di sebelah timur alun-alun kota terdapat pasar minggu. Disana kami menemukan Boneka Kathog salah satu kebudayaan Bondowoso.
            Puas berkeliling pasar minggu, kami melanjutkan perjalanan wisata menuju Situs Megalitikum yang berada di kecamatan Grujugan. Untuk tiba di Situs Megalitikum ini dibutuhkan waktu sekitar sepuluh menit. Wisata budaya yang sarat akan sejarah kini berada tepat di depan mata kami. Terdapat menhir, sarkofagus, dolmen, dan batu kenong di sekitar pemukiman warga. Kami dapat melihat dengan jelas sisa-sisa peninggalan tradisi megalitik muda ini, bahkan dapat memegang langsung wujudnya.
“Tolong abadikan aku disini!”
“Hati-hati Dik, nanti dolmennya pecah.”
            Berbeda dengan Dika yang mengabadikan kunjungannya dengan berbaring di atas dolmen. Manda lebih memilih berfoto bersama arca batu berbentuk mobil. Tidak lama kami berada di area Situs Megalitikum. Aku mengajak keempat temanku menikmati kesegaran air di Pemandian Alam Tasnan. Suasana yang sejuk dan pepohonan tumbuh subur di sekeliling kolam renang mendorong kami untuk segera menjeburkan diri ke kolam.
            Sekitar pukul 11.00 WIB, pengunjung pemandian Alam Tasnan mendapat hiburan gratis dari pengelola tempat wisata. Sepasang Ronteg Singo Ulung yang dimainkan oleh anggota Forum Pemuda Taman beratraksi di wahana bermain anak. Sabil menyudahi berenangnya, ia berjalan mendekati kerumunan pengunjung yang memadati wahana bermain anak.
“Boleh saya ikut bermain menjadi Ronteg Singo Ulung?” Pinta Sabil kepada ketua Forum Pemuda Taman.
“Oh iya, silakan mas. Apa sebelumnya mas pernah melakukan atraksi Ronteg ini?”
“Tidak pernah. Saya tertarik sekali untuk ikut bermain menjadi pemeran di Ronteg ini, karena di kota saya tidak ada budaya seperti ini. Bagaimana, boleh saya ikut bermain?”
“Tentu. Mari saya pandu.”
            Sabil masuk ke dalam karung bagian belakang. Dia harus membungkukkan badannya ke depan dan mengikuti tarian dari pemain di depannya. Dengan lincah Sabil dapat menyeimbangkan gerakannya sesuai instruksi. Dika yang menonton di barisan pengunjung bersorak sorai memanggil nama Sabil.
☺☺☺
            Pabrik Tape menjadi tujuan akhir untuk mengenalkan potensi Budaya dan Wisata Bondowoso. Kami kembali ke daerah rantauan membawa kenangan manis di setiap kunjungannya. Pemandangan Arak-arak ternyata memikat kami untuk menikmatinya. Jalan tembus menuju Bondowoso dari arah barat ini menyuguhkan pemandangan yang luar biasa alami. Di tempat ini pengunjung dapat melihat keindahan kota Bondowoso dari atas bukit.
            Petualangan singkat dan menguak sejarah. Suatu saat akan kurindukan kebersamaan ini. Putri, Manda, Sabil, dan Dika sahabat baru yang ku kenal di daerah rantauanku, mereka sibuk menyantap Tape pemberian Lina. Ada kebanggaan tersendiri bagiku saat melihat keempat sahabatku mengagumi tempat wisata dan budaya yang baru saja ku tunjukkan padanya. Bondowoso, kota kecil penuh kenangan dengan sejuta harapan dan impian. Kelak aku akan kembali menikmati serpihan surga yang tersebar di dalamnya.


Minggu, 13 Desember 2015

DIPANGKUAN SEORANG PEMULUNG
NI8


Hawa dingin menyeruak melalui celah-celah bambu yang dianyam sedemikian rapi. Rumah bambu itu telah lama berdiri tidak jauh dari tempat pembuangan sementara. Dengan atap berupa genteng yang telah usang dimakan waktu. Di gubuk sederhana dan apa adanya ini Lasmina tinggal bersama anak semata wayangnya yang baru berumur dua puluh bulan.
“Treeet” Bunyi pintu kayu yang setia menghibur di setiap ada tarikan maupun dorongan tangan untuk membuka dan mendorongnya.
Sebelum subuh datang Lasmina telah sibuk membersihkan rumahnya. Mulai dari mencuci piring, mencuci pakaian, memasak, dan menyapu ia lakukan seorang diri. Suaminya telah minggal saat dia mengandung di bulan kelima. Lasmina harus bekerja dengan giat untuk menyambung hidupnya. Sebagai seorang ibu bagi Yeni sekaligus ayah, Lasmina siap siaga merawatnya dua puluh empat jam.
Pukul setengah lima pagi, selesai melakukan aktivitas rutinannya di rumah Lasmina berangkat mencari rezeki. Yeni yang tertidur pulas di atas kasur terpaksa dia gendong untuk ikut bersamanya. Tidak jarang Yeni menangis saat terbangun di pagi hari. Yeni yang semula tidur di atas kasur dan bangun sudah berada dalam dekapan ibunya.
Lasmina berjalan di atas trotoar membawa karung dan sebuah besi panjang yang ujungnya sedikit bengkok. Sepanjang perjalanan sepasang mata Lasmina jeli melihat benda-benda di sekitarnya. Botol bekas, kaleng bekas, kardus, dan benda-benda yang masihbisa dijual dia ambil dan memasukkannya ke dalam karung. Tangan kanannya sangat lincah memainkan besi untuk menarik benda-benda yang dia cari.
“Pemulung dilarang masuk” setiap kali tulisan ini ditempel atau digantung di sisi jalan, Lasmina harus melanjutkan langkah kakinya menuju tempat-tempat keramaian.
Saat karung telah terisi penuh, maka Lasmina akan pulang dan membawa karung baru sebagai tempat dari barang yang dia pulung. Jika terdapat acara di suatu tempat dia sering mendatanginya, mencari, dan memungut barang bekas untuk dijual kepada para pengepul. Yeni selalu menjadi sumber semangat Lasmina dalam mencari nafkah. Di dalam gendongannya Yeni terlihat tenang dan mengoceh sendiri, tentu melihat Yeni yang menebar senyum manisnya ini membuat Lasmina menjadikan hidupnya lebih berarti.

Hujan deras kembali mengguyur bumi. Tamanan yang meronta kesakitan kini berdendang, mensyukuri nikmat Tuhan atas limpahan sumber kehidupannya. Hujan yang telah lama dirindukan makhluk di bumi, turun dengan menyertakan pelangi yang menghiasi sebagian sisi langit. Burung gagak tidak lagi terlihat berkicau di atas langit Taman. Suasana baru bagi para pengunjung taman yang haus akan kenangan indah saat datangnya hujan.
Melintasi jalanan yang berair dengan membawa hasil dari memulung sedikit membuat Lasmina kerepotan. Dia terus berjalan menyusuri gang kecil untuk segera tiba di rumahnya. Payung yang melindunginya dari tetesan air hujan mulai melawan arah. Angin kencang berhasil menghentikan langkah kaki Lasmina di depan warung kopi yang sudah tutup. Sejenak dia beristirahat, mengumpulkan tenaga menuju rumahnya.
Jalan raya sepi, tak satupun pengendara yang lewat di persimpangan jalan Imam Bonjol. Deru angin masih merdu terdengar. Alunan tetesan hujan dengan setia menemani Lasmina yang duduk di kursi kayu depan warung. Sementara pohon blimbing merontokkan bunganya menghiasi pemandangan sekitar jalanan. Tidak berapa lama seorang pria lanjut usia berjalan mendekatinya.
“Bapak yang punya warung ini?”
“Iya benar, saya pemilik warung ini.”
“Saya numpang istirahat sebentar pak.”
“Oh iya silahkan, ini anak kamu nak?”
“Iya pak, ini anak saya.”
“Kenapa kamu bawa? Kasihan dia kedinginan, lebih baik kamu titipkan saja pada orang tuamu nak.”
Lasmina terdiam. Kata-kata Bapak tua itu telah mengingatkannya kepada memori tujuh tahun silam saat dia masih bersama kedua orang tuanya. Kejadian tragis yang telah memisahkan Lasmina dengan kedua orang tuanya kembali hadir dalam bayangannya. Teriris hatinya menerima kenyataan atas kepergian kedua orang tuanya yang meninggal akibat peristiwa tanah longsor di tanah kelahirannya.
“Kedua orang tua saya sudah meninggal dunia pak.”
“Oh iya nak, maaf jika saya lancang menanyakan hal ini.”
Percakapan dengan pemilik warung kopi itu segera berakhir. Lasmina melangkahkan kaki untuk pulang. Dia tidak ingin percakapannya semakin menambah kegelisan yang telah dialami. Cukup kedua orang tuanya saja yang ditanyakan pemilik warung yang dia gunakan sebagai tempat istirahat sebelumnya. Namun, Lasmina tidak membayangkan jika pemilik warung akan menanyakan keberadaan suaminya.

Beberapa tahun berlalu, Lasmina tetap dengan pekerjaannya sebagai seorang pemulung. Pekerjaan yang dipandang sebelah mata oleh kebanyakan orang. Pekerjaan yang hanya bisa menghidupi keluarga dengan cukup membeli makan untuk sehari saja. Namun, Lasmina tidak pernah lelah dan terus menggeluti pekerjaannya. Baginya bekerja apa saja akan dia lakukan asal diridhoi oleh Tuhan dan halal untuk dikerjakan.
Yeni yang telah berumur delapan tahun, berhasil dibesarkan dari tetesan keringat yang terus mengucur saat melakukan pekerjaan sebagai pemulung. Tidak seperti anak kecil pada umumnya, Yeni adalah anak yang pekerja keras. Semangat Lasmina menurun ke Yeni, dia tidak mudah menyerah. Waktu luang yang dimiliki Yeni jarang digunakan untuk bermain bersama teman-teman yang seumuran dengannya. Dia ikut bersama Lasmina memulung barang bekas untuk di jual.
Yeni tidak henti-hentinya menangis, semakin lama bertambah keras. Lasmina panik, tidak pernah Yeni menangis seperti itu. Dirangkulnya anak semata wayang itu, mencoba agar lebih tenang. Melihat Yeni yang tidak kunjung berhenti dari tangisnya, Lasmina memutuskan untuk membawa Yeni ke dokter. Sepuluh menit dari rumahnya terdapat dokter umum yang sering memberikan Lasmina makanan saat memulung barang bekas di tempat sampah rumahnya.
“Putri saya sakit apa Bu?”
“Ada sedikit gangguan di organ vital Yeni, Bu?”
“Gangguan seperti apa dokter?”
“Dari hasil laboratorium, Yeni mengalami gagal ginjal.”
“Gagal ginjal? Tidak mungkin dokter.”
“Sabar ya Bu, Yeni harus segera dioperasi karena ginjal yang satunya juga mengalami gangguan.”
Lasmina seakan tertampar menerima kenyataan, penyakit yang diderita Yeni bukan penyakit sembarangan yang mudah untuk diobati. Sepanjang malam Lasmina rajin mendoakan anaknya. Tiga hari setelah mendengar pernyataan dokter terhadap penyakit yang diderita Yeni, Lasmina memutuskan untuk bekerja menjadi huruh bangunan di samping rumahnya. Sementara Yeni selalu berangkat sekolah bersama anak tetangganya, tidak lagi Lasmina menyibukkan diri mengantarkan Yeni pergi ke sekolah. Dia harus fokus pada pekerjaan barunya untuk mengumpulkan rupiah yang tidak sedikit dalam proses penyembuhan penyakit Yeni.
Setiap pulang sekolah Yeni bermain bersama anak tetangga di sebelah rumahnya. Mereka belajar melukis dan menyulam. Sepanjang hari Yeni selalu sibuk dengan pekerjaan rumah, penyakit yang menggerogotinya tidak menjadi penghalang untuk tetap rajin belajar. Selama dua tahun Lasmina mengumpulkan uang untuk biaya operasi Yeni. Tidak lagi dia menghiraukan terik matahari yang membuat kulinya menjadi kecoklatan. Saat hujan Lasmina juga tidak berhenti bekerja walau terkadang flu dan batuk melandanya.
Sehari sebelum operasi Lasmina memberi tahu Yeni untuk melakukan operasi. Lasmina akan menjadi pendonor ginjal untuk anaknya. Yeni terdiam, berusaha mencerna perkataan yang baru dilontarkan oleh ibunya.
“Gagal ginjal, penyakit apa itu ibu?”
“Kata dokter gagal ginjal itu adalah penyakit yang terjadi pada organ dalam manusia.”
“Besok Yeni akan dioperasi, sekarang istirahat yang cukup supaya besok tetap sehat.”
“Iya bu.”
Dibelainya rambut Yeni yang tertidur dipangkuan Lasmina. Yeni memejamkan matanya, namun ia masih bisa merasakan belaian lembut oleh tangan malaikat yang selama ini selalu memberikan kasih sayang dan cinta pada dirinya. Yeni meraih tangan Lasmina, menggenggamnya depan penuh tanda cinta.
“Ibu jangan sedih ya.”
“Tidak nak, Ibu tidak sedih. Ibu takut jika nanti kita akan berpisah.”
“Kita tidak akan berpisah bu, Yeni masih disini menemani ibu menunggu ayah datang.”

Operasai berjalan dengan lancar. Lasmina resmi memiliki satu ginjal. Segala aktivitasnya tidak akan seberat dulu saat memiliki dua ginjal. Lasmina bahagia saat melihat Yeni berhasil melewati operasinya. Saat ini hanya Yeni yang dia miliki, tidak terbayang olehnya jika selesai operasi dia tidak dapat melihat anaknya seperti semula.
Tanggal delapan Juni adalah hari bersejarah bagi Lasmina. Umurnya semakin bertambah, tentu berkurang pula sisa hidupnya. Di teras rumah Yeni duduk memandangi pohon mangga yang sering dia naiki bersama teman-temannya. Dia masuk membawa selembar kertas sebagai hadiah di hari ulang tahun ibunya.
Ibu masih jelas kulihat senyum manis yang mengembang dipipimu
Kerutan diwajah yang merona itu semakin nampak
Disini Ibu, kau mengukir harapanmu
Semangat yang dulu terpatri kini kembali lagi
Mungkin hanya sebatas doa yang bisa kupersembahkan dihari bahagiamu ini
Selamat ulang tahun Ibu
Semoga tuhan selalu memberkahi kehidupan yang sudah kita jalani
Tunggu putrimu kembali berada didekapanmu seperti dahulu
Selamat ulang tahun Ibu
Tetaplah menjadi Ibu terhebat dalam mendampingiku.
“Ibu adalah malaikat yang selalu melindungiku, terima kasih ibu.”
“Yeni, ini tulisanmu nak?”
“Iya bu, itu tulisan Yeni. Selama di sekolah kemarin teman-teman Yeni selalu membahas malaikat yang dia miliki. Malaikatnya tangguh, berani, tegas, dan disiplin. Tahukah ibu siapa yang dimaksud malaikat yang mendapat julukan tanggah, berani, dan disiplin itu? Tidak lain adalah ayah.”
“Yeni!”
“Ibu, bagi aku ibu adalah dua malaikat yang melebur menjadi satu. Yeni bangga memiliki ibu, walau Yeni tidak pernah tahu, seperti apa wajah ayah karena Yeni merasa sosok ayah yang selalu Yeni rindukan ada di Ibu.”
“Sayang, maafkan ibu.”
“Tidak! Ibu tidak salah, justru Yeni yang seharusnya meminta maaf kepada ibu. Yeni banyak salah dan terima kasih karena selama ini selalu menjadi pelindung Yeni. Terima kasih malaikat yang telah dikirim Tuhan untuk menjaga Yeni, Ibu.”

Jumat, 29 Mei 2015



TERTAHAN UNTUKMU
Karya: US

Izinkan aku mencintaimu
Dengan kata yang tak sanggup aku ucapkan
Izinkan aku mencintaimu
Karena rasa ini tertahan untukmu
Ku tak mampu menyuarakannya
Karena aku tau cinta itu hanya sepihak
Biarlah aku pendam rasa ini
Yang mungkin saja dibawa angin
Tapi jika benar ini hanya sepihak
Mengapa kau memberi tanda disetiap sorot matamu
Yang membuatku yakin akan rasa itu
Jika aku diizinkan untuk meminta
Aku akan memintamu padanya sebagai imamku
Jika dia tidak merelakannya untukku
Maka aku akan tetap meminta padanya
Meminta agar rasa ini tertahan hanya untuk sementara
Mungkin aku terlalu lemah untuk mengatakannya
Tapi beginilah aku yang selalu mencintaimu
Yang berharap Tuhan menyatukan kita.